![]() |
ilustrasi Pilkada 2020. Foto/beritasatu |
"Partai politik tidak boleh mengusung mantan narapidana korupsi. Penyelenggara pemilu harus ikut patuh dan berhati-hati dalam memeriksa berkas pencalonan," ujar peneliti ICW Egi Primayogha dalam siaran pers, Kamis (30/7/20).
Egi menilai bahwa cerdas dan teliti dalam memilih memimpin merupakan unsur penting dalam pemilu, sehingga masyarakat dihimbau untuk mengambil peran dalam pilkada serta memastikan Pilkada mampu menghasilkan pemimpin berkualitas dan berintegritas.
"Pilkada sebagai proses menentukan pemimpin harus dapat memastikan terpilihnya pemimpin yang berkualitas. Jika mantan napi korupsi maju sebagai calon kepala daerah, maka cita-cita itu akan tercoreng," ungkap Egi.
Egi menegaskan Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019 menyatakan bahwa mantan terpidana korupsi harus menunggu hingga 5 tahun setelah keluar dari penjara untuk dapat maju kembali dalam pilkada.
Egi juga mengingatkan, Kembali nya mantan napi korupsi ke atas kursi kepemimpinan membuka peluang korupsi berikutnya. Sebagai contoh, ia menyebut kasus eks Bupati Kudus, Muhammad Tamzil yang terjerat kasus suap terkait pengisian jabatan setelah sebelumnya terjerat kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
"Fakta-fakta yang disebutkan sudah semestinya menghentikan niat mantan narapidana korupsi untuk maju sebagai calon kepala daerah. Seluruh pihak juga harus patuh terhadap putusan MK," tandasnya. *(kn/Rf)